Life Story
Sial, Sial, sial!
Senja itu, senja nan indah, seolah tersenyum padaku. Angin semilir menambah indah hari itu. Namun, bau kemenyan yang harum menyengat dan menusuk hidungku, mencoreng senja itu yang indah. Membuat dadaku sesak, seperti tak bernafas. Ya, itulah Rumah Hantu. Suatu rumah yang penuh dengan kemisterian, misteri yang tidak mampu di imajinasikan dengan akal sehat. Terpercik rasa penasaran untuk memasukinya. Aku yang bersama 5 kawanku, yang bernama Haidi, Ari, Egi, Zauhary, dan Aliful, mulai membeli tiket. Penasaran pun makin terbayang di kepala.
Senja itu, senja nan indah, seolah tersenyum padaku. Angin semilir menambah indah hari itu. Namun, bau kemenyan yang harum menyengat dan menusuk hidungku, mencoreng senja itu yang indah. Membuat dadaku sesak, seperti tak bernafas. Ya, itulah Rumah Hantu. Suatu rumah yang penuh dengan kemisterian, misteri yang tidak mampu di imajinasikan dengan akal sehat. Terpercik rasa penasaran untuk memasukinya. Aku yang bersama 5 kawanku, yang bernama Haidi, Ari, Egi, Zauhary, dan Aliful, mulai membeli tiket. Penasaran pun makin terbayang di kepala.
Bau kemenyan yang menyengat, semakin
membuat dadaku sesak ketika aku dan 5
kawanku berdiri di pintu masuk untuk menunggu giliran. Rasa penasaran ku
pun melayang-layang, seakan aku dihadapkan suatu kejutan yang tak di duga-duga.
Lama aku menunggu, menambah penasaranku tentang apa yang ada di dalam Rumah
Hantu. Dan akhirnya, aku dan 5 kawanku mendapat giliran untuk masuk. Rasa lega
setelah menunggu giliran mengiringi kami masuk ke Rumah Hantu.
Baru masuk, kami dihadapkan sebuah
tirai, tirai yang pertama. Kami dipenuhi oleh perasaan yang campur aduk,
tegang, takut, dan lain-lain. Ditambah lagi, suasana yang benar-benar mencekam,
membuat kami terasa hidup di suatu kota mati yang angker, penuh misteri, penuh
kejutan. Dan diantara kami pun, tidak ada satupun anak yang berani membuka
tirai pertama, tirai yang menggambarkan apa yang akan terjadi pada tirai-tirai
berikutnya. Dengan nekat, kami pun bersama-sama membuka tirai tersebut.
Dengan ruangan yang penuh kegelapan,
ditambah lagi efek botol kaca jatuh, menambah rasa penasaran ku. Aku dan
kawan-kawanku yang berbaris membentuk suatu kereta panjang, memasuki ruang demi
ruang. Namun, apa yang terjadi, baru masuk di ruang pertama, kami pun
benar-benar dikejutkan sesosok hantu yang berlari mengejar kami. Kami pun lari
dengan terbirit-birit, ditambah lagi rasa takut yang benar-benar tak
terkendali. Belum cukup itu, kami benar-benar dibuat ketakutan dengan level
tinggi ketika hantu yang mengejar kami berteriak dengan suara khasnya,
“Ayo, ambil
satu, tangkap satu, kalo bisa semuanya!”
Seolah-olah
memberikan perintah pada temannya dan juga dia berteriak sambil membawa pecut
yang disabit-sabitkan ke lantai. Kami pun berlari membabi buta dan penuh rasa
takut level tinggi melewati ruang demi ruang yang juga ada hantunya.
Sialnya aku hari itu. Aku tidak
menduga akan ada suatu peristiwa yang tak terlupakan, peristiwa yang tidak
kalah dengan Perang Dunia II. Puncak dari semua itu adalah ketika kami berada
di ruang tengah. Di ruang itu, kami yang benar-benar diselimuti rasa takut dan
berlari dengan membabi buta, tanpa ada sesuatu, kami dikepung oleh beberapa
hantu di pojok ruangan, layaknya dikepung preman terminal, baju kami pun basah
kuyup dengan keringat. Cs ku yang ketakutan, berusaha keluar dari kepungan dan
berlari dengan cepat bak maling ayam yang dikejar warga sekitar. Memang sialnya
aku hari itu, masih di ruang yang sama, gerombolan ku yang sudah lari duluan,
meninggalkan aku seorang diri di ruang itu. Gimana mau lari, aku yang baru lari
satu langkah harus terhenti, soalnya, sandal ku tersangkut di properti! “Sudah
jatuh, tertimpa tangga pula”, peribahasa yang tepat melukiskan bagaimana
kesialanku hari itu. Aku yang seorang diri mencari sandalku dengan tergopoh-gopoh,
harus menjadi sasaran empuk hantu-hantu. Bagaimana tidak, aku yang hanya
berjumlah satu dikelilingi oleh beberapa hantu yang membuat jantungku
cenat-cenut tingkat tinggi bak aku bertatapan dengan seorang gadis yang aku
sukai. Tapi, entah mengapa, ketika aku yang kebingungan mencari sandal, ada
pemandu yang membawa lampu senter untuk membantuku mencarinya. Namun, seketika
itu, hantu-hantu yang dari awal memberikanku spot jantung, diam dan berhenti
menakutiku. Meskipun berhenti menakutiku, namun detak jantungku tetap konstan
di tingkat paling atas. Tidak cuman itu, yang benar-benar membuatku aneh,
hantu-hantu itu berpencar, namun masih berada di ruang yang sama. Awalnya aku
tidak mengerti apa yang akan mereka lakukan, namun yang benar-benar membuatku
tertawa terbahak-bahak didalam hati adalah mereka sama-sama mencari sandalku
yang belum ketemu. Hal itu membuat tensi detak jantungku turun drastis, awalnya
yang takut level tinggi, berubah cepat menjadi level rendah. Tidak lama, salah
satu dari mereka pun menemukan sandalku. Merekapun mengembalikan sandalku dan
membiarkan aku untuk keluar dari ruangan itu.
Sejak itu, aku melewati ruang demi
ruang dengan santai, tapi masih diselimuti ketakutan dengan tingkat rendah.
Walaupun aku berlari, tapi tidak berlari membabi buta seperti di ruang-ruang
sebelumnya. Meskipun aku yang seorang diri berlari melewati ruang demi ruang di
goda oleh hantu-hantu, tapi aku masih bisa mengendalikan perasaanku. Tanpa rasa
takut yang tak terkendali yang menguasai sekujur tubuh dan perasaanku, aku
berlari melalui ruang demi ruang seorang.
Ketika aku melihat seberkas cahaya,
aku mulai merasakan sesuatu yang membuatku hatiku tenang. Rasa takut yang
membelenggu, terusik sudah. Rasa penasaranku selama ini, terbayar sudah. Ya,
akhirnya aku sampai pada tirai terakhir, yaitu pintu keluar. Dan inilah akhir
petualangan ku di Rumah Hantu. Suatu petualangan yang benar-benar memberikanku
spot jantung layaknya aku bertatapan dengan seorang gadis yang aku taksir.
Petualangan yang benar-benar menghilangkan penatku. Dan yang paling penting,
aku mendapatkan suatu pengalaman hidup yang benar-benar unik dan tak akan
terlupakan.
0 Komentar:
Posting Komentar